Berita Terkini

63

Wahyu: Pemilihan Inklusif Bukan Jargon Semata

Jakarta, kpu.go.id – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan dalam diskusi yang dilakukan oleh KPU RI dengan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) mengatakan, proses pemilihan yang inklusif bukanlah istilah semata, melainkan komitmen kuat KPU untuk menerapkannya, Jumat (18/8).   “Jadi kita berkomitmen  untuk mendorong pemilihan yang inklusif, pemilihan yang melayani. Dan itu tidak sekedar jargon kosong, tetapi ini betul-betul komitmen kuat yang kita laksanakan,” kata Wahyu.   Untuk menciptakan pemilihan yang inklusif, Wahyu mengatakan KPU telah memasukkan beberapa norma baru yang mengutamakan azas aksesibilitas dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat.   “Pada draf PKPU sosialisasi dan parmas yang kemarin di uji publik, kita memasukkan azas baru dalam kegiatan, yaitu azas aksesibilitas,” ujar Wahyu.   Dengan masuknya norma itu ke dalam rancangan PKPU, Wahyu mengatakan bahwa seluruh jajaran KPU akan menerapkan aturan tersebut sebagai bentuk pelayanan kepada pemilih, khususnya kepada pemilih yang berkebutuhan khusus.   “Ini artinya kami berkomitmen untuk memberikan pelayanan kepada seluruh pemilih, termasuk di dalamnya adalah pemilih disabilitas,” lanjut dia.   Untuk meningkatkan kualitas pelayanan KPU dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih, Wahyu menjelaskan, KPU tengah menyusun program baru untuk memaksimalkan pendidikan pemilih berbasis keluarga.   Dengan model sosialisasi tersebut, ia berharap jajaran KPU mampu mengidentifikasi pemilih yang memiliki kebutuhan khusus, sehingga apabila pemilih dengan kebutuhan khusus datang ke tempat pemungutan suara (TPS), aparat KPU dapat memberikan layanan yang baik sesuai dengan kebutuhan pemilih tersebut.   “Kita juga akan melaksanakan program sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis keluarga, salah satu manfaat dari program ini adalah, kita akan mengidentifikasi pemilih disabilitas, sehingga petugas KPPS dapat mengetahui jenis pelayanan yang dibutuhkan oleh pemilih bersangkutan di TPS,” terang Wahyu.   Wahyu mengatakan, KPU terbuka pada bentuk kerja sama yang dapat meningkatkan kualitas pemilihan secara umum, oleh sebab itu, ia mengatakan KPU dan PPUA Penca akan melanjutkan kerja sama yang selama ini telah terjalin dengan baik.   “Kemitraan KPU dan PPUA Penca insya allah akan kita lanjutkan lagi,” tandas nya.   Selain dihadiri oleh Wahyu Setiawan, pertemuan yang berlangsung di ruang rapat lantai 1 gedung KPU tersebut juga dihadiri oleh Anggota KPU RI, Ilham Saputra, dan Evi Novida Ginting Manik.


Selengkapnya
363

Lima Kendala Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia

Surabaya, kpu.go.id - Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Arief Budiman menyebutkan terdapat sejumlah kendala dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia yang berpotensi menghambat demokrasi. Kendala itu adalah regulasi, anggaran, sumber daya manusia atau personel, partisipasi dan kepercayaan publik serta kondisi geografis dan infrastruktur. “Anggaran KPU sangat terbatas, khususnya belanja rutin. Teman-teman di provinsi dan kabupaten/kota merasakan betul minimnya anggaran tersebut,” kata Arief pada acara International Conference on Election and Democracy di Surabaya, Selasa (15/8). Selain Arief tampil sebagai pembicara dalam acara tersebut, Dr Patrick Ziegenhain, Visiting Profesor Asia-Europe Institute University Malaya, David Ennis dari International Foundation for Electoral System dan Kris Nugroho dari Departemen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya. Selain alokasi anggaran minim, besaran anggaran untuk setiap satuan kerja, kata Arief, belum mempertimbangkan keragaman wilayah, terutama aspek geografis dan infrastruktur. Daerah dengan kondisi geografis yang sulit dan infrastruktur yang minim seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat alokasi anggaran yang sama dengan daerah lain di Indonesia. “Ini masalah serius. Kalau mengandalkan alokasi anggaran yang tersedia tentunya tidak cukup,” kata Arief. Mekanisme penyediaan anggaran untuk penyelenggaraan pemilu juga masih bersifat top downatau dari atas ke bawah. Hal ini menjadi salah satu faktor tidak terakomodirnya besaran anggaran berdasarkan keragaman kondisi geografis dan infrastruktur di setiap daerah di Indonesia.  Di luar itu, penyelenggara pemilu dihadapkan dengan banyak lembaga dalam penyediaan anggaran seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akibatnya penyediaan anggaran membutuhkan waktu yang lama dan birokrasi yang panjang. “Anggaran seringkali terlambat pada kuartal pertama tahun anggaran sehingga mengganggu kinerja KPU dalam melaksanakan kegiatan pada bulan-bulan tersebut,” kata Arief. Mengatasi ketersediaan anggaran yang minimal untuk kebutuhan pelaksanaan tahapan pemilu seperti distribusi logistik ke daerah-daerah yang sulit secara geografis dan infrastruktur, KPU meminta bantuan pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). “Tiga institusi itu memiliki peran sentral untuk membantu KPU menjangkau daerah-daerah terpencil dan sulit,” kata Arief. Perubahan regulasi yang sangat dinamis, lanjut Arief juga merupakan kendala untuk menyiapkan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas. Pada pemilu 2014, regulasi pemilu ditetapkan 3 (tiga) bulan sebelum tahapan pemilu dimulai. Untuk pemilu serentak 2019, regulasinya sudah ditetapkan tetapi masih dalam proses pengundangan, sementara tahapan sudah harus dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara. “Belum lagi nanti ada uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kalau ada yang berubah, peraturan KPU harus disesuaikan dengan putusan MK. Perubahan itu kemudian disosisalisasikan lagi kepada semua stakeholders,” ujarnya. David Ennis dari IFES lebih banyak menyoroti kondisi kepartaian di dunia sebagai infrastruktur utama dan tidak tergantikan dalam demokrasi. Menurutnya terjadi penurunan kepercayaan dan kesetiaan pemilih terhadap partai politik karena partai politik turut memfasilitasi terjadinya korupsi.  Masalah mendasar korupsi yang bersumber dari partai politik, lanjut David, karena politik membutuhkan biaya. Akibatnya, partai berlomba-lomba mencari sumber pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan kontestasi. Pengaruh donor yang kaya dan kurangnya transparansi keuangan politik memicu korupsi. Implikasi lebih jauh adalah terjadinya jual beli suara sehingga kepercayaan publik kepada partai politik menurun. Menurut David, untuk mengatasi masalah itu, regulasi penyelenggaraan pemilu harus mengatur mekanisme pengungkapan/pelaporan dana politik, batas sumbangan dan pengeluaran, larangan atas sumbangan dan pengeluaran dan penyediaan dana dari Negara untuk partai atau kandidat.  Pendanaan Negara untuk partai politik, terang David dapat berbentuk uang, subsidi untuk biaya-biaya tertentu dan iklan gratis.  Sementara Patrick Ziegenhain menyoroti perkembangan regulasi penyelenggaraan pemilu di Indonesia yang sangat dinamis. Menurutnya tidak ada alasan yang kuat untuk mengubah regulasi pemilu sekali dalam lima tahun. Jangan-jangan, kata David, perubahan regulasi itu hanya untuk kepentingan jangka pendek dari para aktor politik yang terlibat dalam perubahan tersebut.


Selengkapnya
378

Komunitas Diandalkan Menjadi Agen Pemilu dan Demokrasi

Sentul, kpu.go.id – Komunitas di Indonesia mempunyai peran penting yang diandalkan sebagai agen pemilu dan demokrasi. Perlahan-lahan jaringan komunitas ini dibangun dan akan semakin membesar dalam mendukung pemilu dan demokrasi.   Selain penting, komunitas ini juga menambah semangat kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena komunitas ini tetap ada di seluruh Indonesia dan terus membangun jaringan dalam membantu sosialisasi KPU. Bahkan, salah satunya akan bisa menjadi simbol komunitas pemilu dan demokrasi di tingkat nasional.   Hal tersebut disampaikan Ketua KPU RI Arief Budiman saat membuka secara resmi kegiatan Jambore Komunitas Demokrasi “Gerakan Sadar Pemilu”, Selasa (15/8) di Sentul, Bogor, Jawa Barat.   “Pada saat-saat kritis dalam penyelenggaraan pemilu dan berbangsa bernegara, simbol atau tokoh tersebut yang mempunyai peran penting. Dalam penyelenggaraan pemilu yang baik, tidka bisa hanya mengandalkan KPU saja, tetapi juga kontribusi dari semua pihak dari seluruh Indonesia,” papar Arief di hadapan peserta jambore yang merupakan perwakilan komunitas dari 34 provinsi.   Apabila KPU tidak bisa bekerja dengan baik dan tepat waktu, maka resikonya bukan saja bagi KPU, tetapi bagi bangsa dan negara, tambah Arief. KPU tidak bisa bekerja baik jika tidak didukung Sekretariat Jenderal (Setjen), dan KPU tidak bisa bekerja maksimal jika tidak didukung oleh masyarakat seluruh Indonesia.   Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Arif Rahman Hakim mengungkapkan program pengembangan komunitas peduli pemilu dan demokrasi ini adalah program unggulan dalam pendidikan pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pilkada, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.   “Selama ini, komunitas yang fokus pada isu demokrasi masih terpusat di Jakarta, sehingga masih ada ketimpangan berdemokrasi di daerah. Untuk itu, KPU berupaya mewujudkan komunitas ini secara sukarela, dengan harapan dapat menularkan dan menyebarluaskan semangat untuk berpartisipasi dalam pemilu,” ujar Arif dalam paparan selayang pandang program pengembangan komunitas peduli pemilu dan demokrasi.   Sementara itu, Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU RI Nur Syarifah menjelaskan pengembangan komunitas peduli pemilu dan demokrasi ini dilatarbelakangi pengembangan relawan demokrasi yang mampu meningkatkan tingkat partisipasi pemilu 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tingkat partisipasi pemilih 77,5 persen, untuk itu KPU menyiapkan program unggulan ini.   “Jambore ini selain menjalin silaturahmi dan mempertemukan komunitas yang telah terbentuk di masing-masing provinsi, juga untuk meningkatkan kompetensi komunitas. Outputnya diharapkan dapat menyamakan persepsi, visi, dan misi ke depan, menyimpulkan simpul keberadaan komunitas ini, dan terlaksananya program pendidikan pemilih dalma peningkatan partisipasi masyarakat,” tutur Nur Syarifah.  


Selengkapnya
63

Wakil Walikota: Lurah dan Camat Harus Jaga Netralitas dalam Sukseskan Pilkada Pontianak Tahun 2018

Pontianak, kpu-pontianakkota.go.id - Bekerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak, KPU Kota Pontianak melaksanakan kegiatan Sosialisasi Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pontianak Tahun 2018, dan Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS di Aula Sultan Syarif Abdurrahman Kantor Walikota Pontianak, Senin (21/8). Acara yang dihadiri oleh para lurah, camat, kepala kesbangpol, serta beberapa undangan lain di lingkungan Kota Pontianak itu dibuka oleh Wakil Walikota Pontianak Ir. H. Edi Rusdi Kamtono, MM., MT.   Dalam sambutannya, Edi Rusdi Kamtono mengingatkan kepada para lurah dan camat akan peran dan tanggung jawab mereka untuk ikut menyukseskan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pontianak Tahun 2018. Arti penting pemahaman mereka akan  peraturan-peraturan seputar Pilkada, sehingga dapat menyampaikan informasi dasar kepemiluan yang benar kepada warganya. Hal ini dilakukan tentu saja dengan tidak mengganggu netralitas mereka sebagai Pegawai Negeri Sipil.   “Partisipasi pemilih yang menunjukkan tren menurun merupakan pekerjaan tersendiri bagi KPU Kota Pontianak. Dengan sosialisasi yang intensif, semoga masyarakat menjadi semakin cerdas dalam menggunakan hak politiknya, hak pilihnya, sehingga tidak mudah diperalat oleh oknum-oknum tertentu”, tutur Edi Rusdi dalam kata sambutannya.   Setelah kata sambutan dari Ketua KPU Kota Pontianak Sujadi, acara dilanjutkan dengan pemaparan tahapan pemilu oleh Ketua Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat Abdul Latief, penjelasan mengenai proses rekruitmen PPK, PPS, KPPS, dan PPDS oleh Ketua Divisi Perencanaan dan Data Deni Nuliadi, dan penjelasan singkat seputar pencalonan oleh Ketua Divisi Hukum Hefni Supardi. (Liv)


Selengkapnya
344

Pilkada Calon Tunggal, KPU Atur Mencoblos Kolom Kosong Merupakan Suara Sah

Jakarta, kpu.go.id – Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa memilih kolom kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2018 yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon (paslon) merupakan bentuk suara yang sah, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan mengatakan, KPU telah memasukkan isu tersebut ke dalam salah satu pasal pada rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) dalam Pilkada, Selasa (15/8). Hal tersebut dikatakanya saat forum uji publik rancangan PKPU tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2019; Pendaftaran Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota Legislatif; dan rancangan PKPU tentang Sosialisasi dan Parmas Dalam Pilkada yang digelar di ruang sidang utama gedung KPU RI, Menteng, Jakarta. “Dalam pelaksanaan pemilihan dengan satu pasangan calon, yang termasuk dalam suara sah adalah memberikan suara kepada pasangan calon dan kolom kosong. Dengan demikian perlu memberikan pemahaman kepada pemilih bahwa memilih kolom kosong adalah sah,” kata Wahyu. Wahyu menjelaskan, norma tersebut diatur dalam Pasal 27 rancangan PKPU tentang Sosialisasi dan Parmas. Karena hal itu telah diatur, Wahyu menambahkan, maka mencoblos kolom kosong dapat disosialisasikan secara luas. Wahyu melanjutkan, sosialisasi tersebut dapat dilakukan oleh orang-seorang, relawan, atau pihak lain untuk menjelaskan bahwa mencoblos kotak kosong pada pilkada dengan satu pasangan calon memiliki nilai yang sama dengan mencoblos pasangan calon yang ada. “Nah pada Ayat (2) diatur bahwa sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh orang-seorang, relawan atau pihak lain,” lanjut Wahyu. Anggota KPU RI, Pramono Ubaid Thantowi (berbicara di depan mic) memaparkan rancangan PKPU tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2019, Selasa (15/8). Meski PKPU mengijinkan orang-seorang, relawan atau pihak lain untuk mensosialisasikan pengaturan itu, Wahyu menjelaskan ada batasan-batasan sejauh mana sosialisasi tersebut dapat dilaksanakan.   “Pelaksanaan sosialisasi kolom kosong tidak bergambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilarang menyebarkan isu perbedaan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat; memberikan informasi yang tidak berimbang; melakukan intimidasi, hasutan, ancaman dan politik uang dan bentuk aktivitas lain yang mengandung unsur kekerasan; kegiatan lain yang tidak boleh dilakukan sebagai seorang warga negara Indonesia, yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terang Wahyu.   Terkait hukum beracara di Mahkamah Konstitusi (MK) pada pilkada dengan satu pasangan calon, Wahyu menjelaskan dalam rancangan PKPU tersebut mengatur bahwa pemantau yang telah mengantongi akreditasi oleh KPU dapat melakukan pemantauan di tempat pemungutan suara (TPS) dan memperoleh Salinan formulir C-KWK dan C1 KWK.   “Apabila pemilihan dengan satu paslon terjadi perselisihan hasil pemilihan, yang subjek pemohon adalah pasangan calon dan pemantau. Maka pemantau perlu untuk mendapatkan salinan berita acara pemungutan suara agar dapat beracara di MK. Pertimbangan kami adalah bagaimana mungkin pemantau dapat beracara di MK apabila pemantau itu tidak mendapat dokumen resmi,” jelas dia. “Dengan demikian rancangan PKPU ini pada Pasal 41 diatur pemantau yang telah mendapat akreditasi dapat, a. melakukan pemantauan di tempat pemungutan suara sejak pelaksanaan pemungutan suara sampai dengan penghitungan suara; b. memperoleh berita acara pemungutan dan penghitungan suara (formulir C-KWK) dan salinan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara beserta lampirannya (formulir C1-KWK),” lanjut nya.


Selengkapnya
378

Audiensi KPU Kota Pontianak dengan Danlantamal XII

Pontianak, kpu-pontianakkota.go.id - KPU Kota Pontianak melakukan audiensi dengan pihak Lantamal XII di Markas Komando (Mako) Lantamal XII Pontianak di Jl. Kom Yos Sudarso, Pontianak, Selasa (15/8), sebagai bagian dari tahapan sosialisasi persiapan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pontianak Tahun 2018. Selain membahas tentang kegiatan distribusi logistik, Ketua KPU Kota Pontianak Sujadi juga menjelaskan tentang pemutakhiran data berkelanjutan dan status para purnawirawan ataupun penambahan anggota baru dalam Kesatuan, karena hal tersebut tentu saja akan berpengaruh pada jumlah pemilih.   Danlantamal XII Pontianak Brigjen TNI (Mar) Endi Supardi menyatakan bahwa pihaknya akan menjaga netralitas dalam Pilwako Pontianak Tahun 2018 mendatang, dan selalu siap untuk mendukung pelaksanaan setiap tahapan Pilwako Pontianak Tahun 2018 agar berjalan lancar dan melahirkan pemimpin yang berkualitas. (Liv)]    


Selengkapnya